Ketika
maf’ul berbilang dalam kalam, maka ada sebagian yang memang asal didahulukan
atas yang lainnya, adakalanya memang asalnya adalah mubtada’ seperti dalam bab
(ظَنَّ),
atau adakalanya maf’ul berupa fa’il makna seperti dalam bab (اَعْطَى). Kedua maf’ulnya (ظَنَّ) dan sesamanya asalnya adalah mubtada’ dan
khabar, sehingga ketika kita meng-ucapkan (عَلِمْتُ
اللهَ رَحِيْماً)
“aku yakin, Allah adalah Dzat yang Maha Penyayang,” maka asalnya adalah
(اللهُ رَحِيْمٌ).
Dan kedua maf’ulnya (اَعْطَى) dan sesamanya, asalnya bukanlah mubtada’
dan khabar, namun maf’ul yang pertama adalah fa’il dalam makna, sehingga
ketika kita mengucapkan (اَلْبَسْتُ الْفَقِيْرَ
ثَوباً) “aku telah
memakaikan pakaian kepada orang fakir,” maka (الْفَقِيْرَ) adalah fa’il dalam makna karena
dialah yang memakai pakaian.
Ketika
fi’il menashabkan dua maf’ul, maka yang asal adalah mendahulukan maf’ul
pertama, karena asalnya adalah mubtada’ dalam bab (ظَنَّ) dan karena asalnya adalah fa’il makna
dalam bab (اَعْطَى),
seperti (ظَنَنْتُ الْبَدْرَ طاَلِعاً) dan (اَعْطَيْتُ
سَعِيْداً الْكِتاَبَ).
Dan diperbolehkan untuk membaliknya jika diamankan dari keserupaan,[1]
seperti (ظَنَنْتُ طاَلِعاً الْبَدْرَ) dan (اَعْطَيْتُ
الْكِتاَبَ سَعِيْداً).
Diwajibkan
mendahulukan salah satu maf’ul atas yang lainnya di empat masalah, yaitu:[2]
a.
Tidak bisa diamankan dari kesamaran, maka diwajibkan
mendahulukan maf’ul yang haknya adalah didahulukan, yaitu maf’ul yang pertama,
seperti (اَعْطَيْتُكَ
اَخاَكَ), jika yang
di-khithabi adalah yang diberi yang mengambil dan saudaranya adalah
yang diberi yang diambil, dan semisal (ظَنَنْتُكَ خاَلِداً),
jika Said adalah yang disangka kalau dia adalah Khalid. Dan jika tidak maka
dibalik.
b.
Jika salah satu dari kedua maf’ul adalah isim dzahir dan yang
lainnya berupa isim dlamir, maka diwajibkan untuk mendahulukan maf’ul dlamir
mengakhirkan maf’ul isim dzahir, (اَعْطَيْتُكَ
دِرْهَماً)
“aku memberi kamu satu dirham.” Dan (الدِّرْهَمَ
اَعْطَيْتُهُ سَعِيْداً)
“dirham aku memberikannya kepada Said.”
c.
Jika salah satu maf’ul meringkas fi’il, maka diwajibkan
untuk mengakhirkan maf’ul yang diringkas, baik berupa maf’ul pertama atau yang
kedua, (ماَ اَعْطَيْتُ سَعِيْداً إِلاَّ دِرْهَماً) “tidaklah aku memberi Said kecuali
satu dirham,” dan (ماَ اَعْطَيْتُ
الدِّرْهَمَ إِلاَّ سَعِيْداً)
tidaklah aku memberi satu dirham kecuali kepada Said.”
d.
Ketika maf’ul pertama mengandung dlamir yang kembali
kepada maf’ul kedua, maka diwajibkan untuk mengakhirkan maf’ul pertama dan
mendahulukan maf’ul kedua, seperti (اَعْطِ
الْقَوسَ باَرَيْهاَ).
No comments:
Post a Comment