Isim Maushul adalah isim yang menunjukkan pada sesuatu
yang tertentu dengan perantaraan jumlah yang disebutkan sesudahnya.[1]
Jumlah tersebut dinamakan dengan Shillah.
1) Maushul Harfi dan Maushul
Ismi
Isim
Maushul terbagi menjadi dua, yaitu Maushul Ismi dan Maushul Harfi.
Maushul
Harfi adalah lafal yang hanya
membutuhkan pada shillah saja dan tidak membutuhkan pada ‘aid,
dan lafal itu beserta shillah-nya dita’wil dengan masdar.[2]
Maushul harfi hanya terdapat dalam lima huruf, seperti yang telah dikumpulkan
oleh imam Syihab al-Sandubi, yaitu (اَنْ) seperti (وَ اَنْ تَصُومُوا
خَيْرٌ لَكُمْ) takdirannya (صِيَامُكُمْ), (اَنَّ) seperti (اَوَلَمْ
يَكْفِيْهِمْ اَناَّ اَنْزَلْناَهُ) takdirannya (اِنْزَالُناَ
اِيَّاهُ), (كَيْ) seperti (جِئْتُ لِكَيْ
تُكْرِمَ زَيْداً) takdirannya (لِإِكْرَامِكَ), (ماَ) seperti (لاَ اَصْحَبُكَ مَا
دُمْتَ مُنْطَلِقاً) takdirannya (مُدَّةَ دَوَامِكَ), dan (لَوْ) seperti (يَوَدُّ اَحَدُهُمْ
لَوْ يُعَمَّرُ اَلْفَ سَنَةٍ).
Maushul
Ismi adalah isim yang membutuhkan
shillah dan ‘aid.[3]
Macam dari maushul ismi atau isim maushul ada dua, yaitu Isim Maushul Khas
dan Isim Maushul Musytarak.
2) Maushul Khas dan Musytarak
Isim
Maushul Khas adalah isim
maushul yang di-mufradkan, ditatsniyyahkan, dijama’kan, dimudzakarkan dan
dimu’annatskan sesuai dengan kebutuhan kalam, yaitu (اَلَّذِي) yang digunakan untuk mufrad mudzakar, (اَللَّذَانِ) dan (اَللَّذَيْنِ) untuk tatsniyyah mudzakar, (اَلَّذِيْنَ) untuk jama’ mudzakar berakal, (اَلَّتِي) untuk mufradah mu’annatsah, (اَللَّتاَنِ) dan (اَللَّتَيْنِ) untuk tatsniyyah mu’annats, (اَللاَّتِي), (اَللَّوَاتِبي) dan (اَللاَّئِي) untuk jama’ mu’annats, dan (الأُلَى) untuk jama’ secara mutlak, artinya baik
mudzakar atau mu’annats, berakal atau tidak berakal.[4]
Contohnya adalah (يُفْلِحُ الَّذِي يَجْتَهِدُ), (يُفْلِحُ اللَّذَانِ
يَجْتَهِداَنِ), (يُفْلِحُ الَّذِيْنَ
يَجْتَهِدُونَ), (تُفْلِحُ الَّتِي
تَجْتَهِدُ), (تُفْلِحُ اللَّتاَنِ
تَجْتَهِداَنِ), (تُفْلِحُ اللَّاتِي
اَوِ اللَّوَاتِي اَوِ اللاَّئِي يَجْتَهِدْنَ),
(تُفْلِحُ الْأُلَى يَجْتَهِدْنَ), (يُفْلِحُ الْأُلَى
يَجْتَهِدُونَ), dan (اقْرَأْ مِنَ
الْكُتُبِ الْأُلَى تَنْفَعُ).
(اَللَّذَانِ) dan (اَللَّتاَنِ) digunakan pada saat rafa’, seperti (جَاءَ اللَّذَانِ
سَافَراَ) dan (جَاءَ اللَّتاَنِ
سَافَرَتاَ), (الَلَّذَيْنِ) dan (اَللَّتاَنِ) digunakan pada saat nashab dan jer,
seperti (اَكْرَمْتُ اللَّذَيْنِ اجْتَهَداَ), (اَكْرَمْتُ اللَّتَيْنِ
اجْتَهَدَتاَ), (اَحْسَنْتُ اِلَى اللَّذَيْنِ
تَعَلَّماَ) dan (اَحْسَنْتُ اللَّتَيْنِ
تَعَلَّمَتاَ). Kedua lafal tersebut
pada saat rafa’ dimabnikan alif, dan pada saat nashab dan jer dimabnikan ya’.
Keduanya tidaklah mu’rab dengan alif ketika rafa’, atau dengan ya’
ketika nashab dan jer, seperti isim tatsniyyah, karena isim maushul adalah mabni
bukan mu’rab. Namun, ada sebagian ulama’ yang memu’rabkannya seperti i’rabnya
isim tatsniyyah, dan pendapat itu tidaklah jauh dari kebenaran.[5]
Isim
Maushul Musytarak adalah isim
maushul yang menggunakan satu lafal untuk semuanya, sehingga dalam isim maushul
tersebut mufrad, tatsniyyah, jama’, mudzakar dan mu’annats dengan menggunakan
satu lafal, yaitu (مَنْ),
(ماَ), (ذَا), (اَيُّ) dan (ذُو), akan tetapi (مَنْ) untuk yang berakal dan (ماَ) untuk yang tidak berakal. Adapun (ذَا), (اَيُّ) dan (ذُو) bisa untuk yang berakal dan yang lainnya,[6]
seperti (نَجَحَ مَنِ اجْتَهَدَ),
(نَجَحَ مَنِ اجْتَهَدَتْ), (نَجَحَ مَنِ
اجْتَهَدَا), (نَجَحَ مَنِ
اجْتَهَدَتاَ), (نَجَحَ مَنِ
اجْتَهَدُوْا), (نَجَحَ مَنِ
اجْتَهَدْنَ), (اِرْكَبْ مَا
شِئْتَ مِنَ الْخَيْلِ), dan (اقْرَأْ مِنَ
الْكُتُبِ مَا يُفِيْدُكَ نَفْعاً).
(مَنْ) Dan (ماَ) Maushullah
a) Sesuatu yang tidak berakal
ditempatkan pada tempatnya sesuatu yang berakal, seperti (وَ مَنْ اَضَلُّ
مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللهِ مَنْ لاَ يَسْتَجِيْبُ لَهُ اِلَى يَومِ
الْقِياَمَةِ).
b) Sesuatu yang tidak berakal masuk
bersama sesuatu yang berakal dalam satu hukum, (أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ
لاَ يَخْلُقُ).
c) Sesuatu yang berakal bebarengan dengan
sesuatu yang berakal dalam keumuman yang diperinci dengan (مِنْ), seperti (وَ اللهُ خَلَقَ
كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ ماَءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَ
مِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَ مِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى اَرْبَعٍ).
Terkadang
(ماَ) digunakan
untuk sesuatu yang berakal, seperti (فَانْكِحُوا ماَ
طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ), namun itu
sedikit terjadinya. Yang banyak terjadi (ماَ) untuk yang berakal adalah ketika sesuatu
yang berakal bebarengan dengan sesuatu yang tidak berakal dalam satu hukum,[8] (وَ يُسَبِّحُ ِللهِ
ماَ فِي السَّمَوَاتِ وَ ماَ فِي الْأَرْضِ).
(ذَا) Maushulah
Tidaklah
(ذَا) menjadi isim
maushul melainkan dengan syarat harus jatuh setelah (ماَ) atau (مَنْ) istifhamiyyah, yang diinginkan
dengannya adalah tidak untuk isyarah dan tidak dijadikan bersama (ماَ) atau (مَنْ) sebagai satu kalimah untuk istifham.[9]
Jika
yang diinginkan dengan (ذَا)
adalah untuk isyarah, seperti (ماَ ذَا التَّوَانِي؟) dan (مَنْ ذَا الْقَائِمُ؟), yang artinya (ماَ هَذَا
التَّوَانِي؟) dan (مَنْ هَذَا
الْقَائِمُ؟), maka (ذَا) adalah isim isyarah. Dan jika dia
bersama (مَنْ) atau (ماَ) dijadikan sebagai satu kalimah untuk istifham,
seperti (لِماَ ذَا اَتَيْتَ؟)
yang artinya (لِمَ اَتِيْتَ؟),
maka (ذَا) dan lafal
sebelumnya menjadi isim istifham.[10] Terkadang
(ذَا) jatuh dalam tarkib
yang memungkinkan adanya (ذَا)
dalam tarkib itu sebagai isim maushul dan lafal sebelumnya sebagai istifham,
atau adanya (ذَا)
beserta (ماَ) atau (مَنْ) menjadi satu kalimah untuk istifham,
seperti (ماَ ذَا اَنْفَقْتَ؟),
karena bisa juga jika maknanya adalah (ماَ اَنْفَقْتَ؟) atau (ماَ الَّذِي
اَنْفَقْتَهُ؟).[11]
Pengaruhnya
nanti bisa terlihat pada tabi’nya, jika (ذَا) beserta (مَنْ) atau (ماَ) kita jadikan satu kalimah untuk istifham,
maka kita ucapkan (مَنْ ذَا اَكْرَمْتَ؟ اَزُهَيْراً اَمْ
اَخاَهُ) dan (ماَ ذَا اَنْفَقْتَ؟
اَدِرْهَماً اَمْ دِيْناَراً) dengan dibaca
nashab. Dan jika kita jadikan (ماَ) atau (مَنْ) untuk istifham dan (ذَا) menjadi isim maushul, maka kita ucapkan (مَنْ ذَا اَكْرَمْتَ؟
اَزُهَيْرٌ اَمْ اَخُوهُ) dan (ماَ ذَا اَنْفَقْتِ؟
اَدِرْهَمُ اَمْ دِيْناَرٌ) dengan dibaca
rafa’.[12]
(اَيٌّ) Maushulah
(اَيٌّ) yang menjadi isim maushul adalah dengan
meng-gunakan satu lafal yang digunakan untuk mudzakar, mu’annats, mufrad,
tatsniyyah dan jama’, dan juga digunakan untuk yang berakal dan yang tidak
berakal. Isim maushul semuanya adalah mabni kecuali (اَيٌّ) yang mu’rab dengan ketiga harakat,[13]
seperti (يُفْلِحُ اَيٌّ مُجْتَهِدٌ),
(اَكْرَمْتُ اَياًّ هِيَ مُجْتَهِدَةٌ) dan (اَحْسَنْتُ اِلَى
اَيٍّ هُمْ مُجْتَهِدُونَ). Dan
diperbolehkan jika dia di-mabnikan dlamm (dan itu adalah yang lebih fashih),
ketika (اَيٌّ) diidlafahkan
dan shadar shillah-nya dibuang (: artinya dlamir yang menjadi bagian
darinya yang berada di-depan),[14]
seperti (اَكْرِمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ اَخْلاَقاً) yang takdirannya adalah (اَكْرِمْ اَيَّهُمْ
هُوَ مُجْتَهِدٌ), ucapan kita
(هُوَ مُجْتَهِدٌ)
adalah shillah-nya (اَيٌّ)
dan shadar shillah-nya adalah dlamir (هُوَ). Seperti halnya pada keadaan itu (:
ketika diidlafahkan dan shadar shillah-nya dibuang) diperbolehkan untuk
dii’rabi dengan ketiga harakat juga, seperti (اَكْرِمْ اَيَّهُمْ
اَحْسَنُ اَخْلاَقاً).
Jika
(اَيٌّ) tidak
diidlafahkan atau diidlafahkan namun shadar shillah-nya disebutkan, maka
(اَيٌّ) adalah mu’rab
dengan ketiga harakat bukan yang lainnya,[15] (اَكْرِمْ اَياًّ
مُجْتَهِدٌ), (اَكْرِمْ اَياًّ هُوَ
مُجْتَهِدٌ) dan (اَكْرِمْ اَيَّهُمْ
هُوَ مُجْتَهِدٌ).
(ذُو) Maushulah
(ذُو) menjadi isim maushul dengan menggunakan
satu lafal untuk mufrad, tatsniyyah, jama’, mudzakar dan mu’annats, demikian
itu adalah menurut lughat Thayyi’.[16]
Oleh karenanya, para ulama’ menamainya dengan (ذُو) al-Thaiyyah. Kita ucapkan (جَاءَ ذُو اجْتَهَدَ), (جَاءَ ذُو
اجْتَهَدَتْ), (جَاءَ ذُو اجْتَهَدَا), (جَاءَ ذُو
اجْتَهَدَتاَ), (جَاءَ ذُا
اجْتَهَدُوا), dan (جَاءَ ذُو
اجْتَهَدْنَ).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 129
[2] Fath Rab
al-Bariyyah, hlm. 24
[3] Fath Rab
al-Bariyyah, hlm. 24
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 129
[5] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 130
[6] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 131
[7] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 132
[8] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 133
[9] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 134
[10] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 134
[11] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 134
[12] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 134
[13] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 135
[14] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 135
[15] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 135
[16] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 136
No comments:
Post a Comment