Para ulama’ telah
membuat tanda dari Fi’il Mudlari’ dengan mengawalinya dengan salah satu dari
empat zaidah,
a. Hamzah, dengan syarat untuk mutakallim
yang mufrad, seperti (اَقُومُ)
“Aku akan berdiri.”
b. Nun, dengan syarat untuk mutakallim
beserta yang lain atau untuk mengagungkan dirinya, seperti (نَقُومُ), “Kami akan berdiri,” atau “Aku
akan berdiri,” (dengan maksud untuk memuliakan dirinya mutakallim).
c. Ya’, dengan syarat untuk mudzakar
ghaib secara mutlak atau untuk jama’ mu’annats, seperti (يَقُومُ زَيْدٌ) “Zaid akan berdiri,” dan (اَلْهِنْدَاتُ يَقُمْنَ) “Hindun banyak akan berdiri.”
d. Ta’, dengan syarat untuk mukhathab
secara mutlak atau untuk mu’annats ghaibah yang mufrad atau tatsniyyah,
seperti (تَقُومُ ياَ زَيْدُ)
“Berdirilah kamu, hei Zaid!” atau (تَقُومُ يَا هِنْدُ) “Berdirilah kamu, hei Hindun!”
atau (اَلْهِنْدَانِ تَقُومَانِ)
“Dua Hindun akan berdiri.”[1]
Huruf mudlara’ah
dibaca dlammah ketika fi’ilnya berupa fi’il ruba’i, baik dari fi’il
ruba’i mujarrad, seperti (دَحْرَجَ يُدَحْرِجُ), atau tsulatsi mazid bi harfin,
seperti (اَكْرَمَ يُكْرِمُ)
dan (فَرَّحُ يُفَرِّحُ).
No comments:
Post a Comment