Jika
fi’il mudlari’ bertemu dengan nun taukid atau nun niswah, maka dia
dihukumi mabni fath ketika bertemu nun taukid,[1]
seperti (يَكْتُبَنْ)
dan (يَكْتُبَنَّ),
dan mabni sukun ketika bertemu nun niswah, seperti (الْفَتَيَاتُ يَكْتُبْنَ). Ketika fi’il mudlari’ tidak bertemu nun
taukid secara langsung tetapi dipisah dengan dlamir tatsniyyah atau waw jama’
atau ya’ mukhathabah, maka dia tidaklah mabni, akan tetapi
dii’rabi dengan huruf, yaitu dengan nun ketika rafa’, dan dengan membuang nun
ketika nashab dan jazem. Tidak ada bedanya antara pemisah itu secara lafdzi,
seperti (يَكْتُباَنِّ)
atau taqdiri,[2]
seperti (تَكْتُبُنَّ),
dan (تَكْتُبِنَّ)
karena asalnya adalah (تَكْتُبُوْنَنَّ)
dan (تَكْتُبِيْنَنَّ).
Perlu
diketahui, bahwa nun taukid tsaqilah ketika jatuh setelah alif dlamir,
maka alif ditetapkan dan nun rafa’ dibuang, karena untuk menolak bersambungnya
beberapa nun, namun nun taukid dikasrah setelahnya karena untuk menyerupai nun
rafa’ yang jatuh setelah dlamir tatsniyyah,[3]
seperti (يَكْتُباَنِّ).
Jika
nun taukid tsaqilah jatuh setelah waw jama’ atau ya’ mukhathabah,
maka nun alamat rafa’ dibuang untuk menolak bersambungan huruf yang serupa.
Adapun waw dan ya’, maka jika harakat huruf sebelum keduanya adalah fathah maka
keduanya ditetapkan, waw jama’ didlammah dan ya’ mukhathabah dikasrah,
dan huruf sebelum kedua-nya dibiarkan difathah seperti keadaannya semula,
sehingga kita ucapkan dalam (يَخْشَوْنَ) dan (تَرْضَيْنَ) dengan (تَخْشَوُنَّ) dan (تَرْضِيِنَّ). Dan jika huruf sebelum waw didlammah dan
huruf sebelum ya’ dikasrah, maka keduanya dibuang, karena khawatir dari bertemu
dua huruf mati, dan harakatnya huruf sebelumnya ditetapkan,[4]
sehingga kita ucapkan pada semisal (تَكْتُبُونَ), (تَكْتُبِيْنَ), (تَغْزُونَ) dan (تَغْزِيْنَ) dengan (تَكْتُبِنَّ), (تَكِتبِنَّ), (تَغْزُنَّ) dan (تَغْزِنَّ).
Ketika
nun niswah bersandingan dengan nun taukid tsaqilah, maka
diwajibkan untuk memisah diantara keduanya dengan alif, karena tidak menyukai
bersambungnya beberapa nun, seperti (يَكْتُباَنِّ). Adapun nun taukid khafifah, maka
tidak boleh bertemu dengan nun niswah.[5]
Adapun hukum nun taukid bersama fi’il amar, maka seperti hukumnya nun taukid
ketika bersama fi’il mudlari’.[6]
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 165
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 165
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 166
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 166
[5] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 166
[6] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 167
No comments:
Post a Comment