Maf’ul
Bih adalah isim yang menunjukkan pada
sesuatu yang perbuatannya fa’il menimpa kepadanya, baik penetapan atau
penafian, dan bentuk dari fi’il tidak akan pernah berubah karenanya,[1]
seperti (بَرَيْتُ الْقَلَمَ) dan (ماَ
بَرَيْتُ الْقَلَمَ).
Hukum Maf’ul Bih
Maf’ul
bih mempunyai empat hukum, yaitu:[2]
a.
Wajib dibaca nashab.
b.
Boleh dibuang karena ada perkara yang menunjukkan
kepadanya, seperti (رَعَتِ
الْماَشِيَةُ).
Dan
terkadang fi’il yang muta’addi ditempatkan pada tempatnya fi’il lazim
karena tidak ada maksud untuk menyebut maf’ul bih, sehingga maf’ulnya tidak
disebutkan dan tidak juga dikira-kirakan, (هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُونَ وَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُونَ).
c.
Boleh membuang fi’ilnya karena ada perkara yang
menunjukkannya, seperti (ماَذَا اَنْزَلَ
رَبُّكُمْ؟ قَالُوا خَيْراً).
Diwajibkan
membuang fi’il dalam kalam matsal dan semisalnya, yaitu kalam yang sudah
masyhur dengan membuang fi’ilnya, (الْكِلاَبَ
عَلَى الْبَقَرِ)
yang artinya (اَرْسِلِ
الْكِلاَبَ).
Begitu juga fi’il dibuang pada bab tahdzir, ighra’, ikhtishash,
isytighal dan na’at maqthu’.
d.
Asalnya maf’ul bih adalah diakhirkan dari fi’il dan
fa’il, namun terkadang didahulukan atas fa’ilnya atau atas fi’il dan fa’ilnya
secara bersamaan.
No comments:
Post a Comment