I’rab rafa’
mempunyai empat tanda, yaitu: dlammah, waw, alif dan tetapnya nun, dengan
penjelasan seperti dibawah ini.
1) Dlammah
Dlammah menjadi
alamatnya i’rab rafa’, masuk di empat tempat, yaitu:
a) Isim Mufrad, yaitu kalimah isim yang tidak ditatsniyyahkan, tidak
dijama’kan atau disamakan (di-ilhaq-kan) dengan keduanya dan juga tidak
berupa asma’ul khamsah, seperti (جَاءَ زَيْدٌ).
b) Jama’ Taksir adalah kalimah isim yang menunjukkan pada makna
lebih dari dua dengan melakukan perubahan bentuk mufradnya, baik secara lafdzi
maupun taqdiri,[1]
seperti (جَاءَ الرِّجَالُ).
Perubahan tersebut adakalanya dalam harakat atau dalam huruf, dengan
memberi tambahan atau pengurangan, atau dalam harakat dan huruf secara
bersamaan.
Jama’ taksir
dibagi menjadi dua, yaitu:[2]
(1)
Jama’
qillah, yaitu jama’
yang menunjukkan pada makna tiga sampai sepuluh. Wazan jama’ qillah ada
empat yaitu (اَفْعِلَةٌ), (اَفْعُلُ), (فِعْلَةٌ) dan (اَفْعَال), seperti (أَسْلِحَةِ), (فِتْيَةِ) dan (اَفْرَاسٍ).
(2)
Jama’
katsrah, yaitu jama’ yang
menunjukkan pada makna lebih dari sepuluh. Wazan jama’ katsrah sangat
banyak dan wazan-wazan tersebut berkisar pada pe-nuqilan dari orang arab,
seperti (غُرَف), (كُتُب), (هُدَاة), (سَحَرَة), (رُكَّع), (مَرْضَى), (بِيْض), (حُمْر), (عُذَّال), (جِبَال), (قُلُوْب), (غِلْمَان), (اَتْقِيَاءَ), (اَشِدَّاءَ), (قُضْبَان), dan (قِرَدَة).
Termasuk dalam
jama’ katsrah adalah shighat muntahal jumu’, yaitu semua jama’
yang setelah alif taksirnya terdapat dua huruf atau tiga huruf tapi yang tengah
mati, seperti (سَفَارِجُ).
c) Jama’ Mu’annats Salim, yaitu lafal yang dijama’kan dengan memberikan tambahan
alif dan ta’, seperti (جَائَتِ الْمُسْلِمَاتُ). Jama’ Mu’annats Salim bisa berlaku disepuluh
perkara, yaitu :[3]
(1)
‘Alam
atau nama perempuan, seperti (دَعْدٌ) menjadi (دَعَدَاتٌ).
(2)
Lafal
yang diakhiri dengan ta’, seperti (شَجَرَةٌ) menjadi (شَجَرَاتٌ).
(3)
Sifat
untuk perempuan yang dibarengi ta’, seperti (مُرْضِعَةٌ) menjadi (مُرْضِعَاتٌ).
(4)
Sifat
untuk lelaki yang tidak berakal, seperti (جَبَلٌ شَاهِقٌ) menjadi (جِبَالٌ شَاهِقَاتٌ).
(5)
Masdar
yang hurufnya lebih dari tiga yang dia tidak mentaukidi fi’ilnya, seperti (إِكْرَامٌ) menjadi (اِكْرَامَاتٌ).
(6)
Tasghirannya
lafal mudzakar yang tidak berakal, seperti (دُرَيْهِمٌ) menjadi (دُرَيْهِمَاتٌ).
(7)
Lafal
yang diakhiri dengan alif ta’nits mamdudah, seperti (صَحْرَاءُ) menjadi (صَحْرَوَاتٌ), kecuali
lafal yang berwazan (فَعْلاَءُ) mu’annatsnya (اَفْعَلُ), maka tidak
boleh dijama’kan dengan jama’ mu’annats salim.
(8)
Lafal
yang diakhiri dengan alif ta’nits maqshurah, seperti (فُضْلَى) menjadi (فُضْلَيَاتٌ), kecuali
lafal yang berwazan (فَعْلَى) mu’annatsnya (فَعْلاَنَ), maka tidak
boleh dijama’kan dengan jama’ mu’annats salim.
(9)
Kalimah
Isim untuk yang tidak berakal yang diawali dengan (اِبْنُ) atau (ذُو), seperti (اِبْنُ آوَى) dan (ذُو الْقَعْدَةِ) menjadi (بَنَاتُ الْآوَى) dan (ذَوَاتُ الْقَعْدَةِ).
(10)
Semua
nama ‘ajam yang tidak diketahui bentuk jama’nya yang lain selain dengan
jama’ mu’annats salim, seperti (اَلتَّلِفُوْنُ) menjadi (اَلتَّلِفُونَاتٌ).[4]
d) Fi’il Mudlari’ yang huruf terakhirnya tidak bertemu dengan sesuatu.
Yang dimaksud dengan sesuatu itu adalah nun taukid, nun jama’ inats,
alif tatsniyyah, waw jama’ dan ya’ mu’annats mukhathabah, seperti
(يَضْرِبُ).
2)
Waw
Waw menjadi
alamatnya i’rab rafa’ masuk di dua tempat, yaitu:
a) Jama’ Mudzakar Salim, yaitu lafal yang dijama’kan dengan memberikan tambahan
waw dan nun pada saat rafa’ (seperti, قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ)
dan ya’ dan nun pada saat nashab dan jer (seperti, اَكْرِمِ الْمُجٍتَهِدَيْنَ وَ اَحْسِنْ اِلَى الْعَامِلِيْنَ).[5]
Yang bisa
dijama’kan dengan menggunakan jama’ mudzakar salim adalah:[6]
(1)
Isim
‘Alam untuk lelaki berakal, dengan
syarat kosong dari ta’ dan tidak tersusun, seperti (خَالِدٌ).
(2)
Sifat untuk lelaki yang berakal, dengan syarat sifat
itu kosong dari ta’ dan pantas bila diberi ta’ atau menunjukkan pada makna tafdlil,
seperti (عَالِمٌ).
b) Asma’ul Khamsah, yaitu berupa lafal (اَبٌ), (اَخٌ), (حَمٌ), (فُو) dan (ذُو). Asma’ul
Khamsah ketika rafa’ bisa ditandai dengan waw bila sudah memenuhi syarat, yaitu
:[7]
(1)
Harus
berbentuk mufrad, seperti (جَاءَ اَبُوْكَ). Artinya, bila berbentuk tatsniyyah atau
jama’, maka ketika rafa’ tidak boleh dialamati dengan waw tetapi dialamati
dengan alamatnya isim tatsniyyah atau jama’ mudzakar salim atau jama’ taksir,
seperti (جَاءَ اَبَوَاكَ), (جَاءَ اَبُوْنَ) dan (جَاءَ آبَاءُكَ).
(2)
Mukabbar
(: tidak di-tasghir-kan). Jika di-tasghir-kan maka dii’rabi
dengan harakat yang terlihat, seperti (جَاءَ اُخَيُّ زَيْدٍ).
(3)
Harus
diidlafahkan kepada lafal lainnya selain ya’ mutakallim. Jika tidak
diidlafahkan, maka dii’rabi dengan harakat yang terlihat, seperti lafal (لَهُ اَبٌ), dan jika
diidlafahkan pada ya’ mutakallim, maka di i’rabi dengan harakat yang
dikira-kirakan, seperti (اِنَّ هَذَا اَخِيْ).
3)
Alif
Alif menjadi alamatnya
i’rab rafa’ hanya bertempat di Isim Tatsniyyah, yaitu lafal yang
menunjukkan pada makna dua dengan diberi tambahan pada huruf terakhirnya dengan
alif dan nun pada saat rafa’ atau ya’ dan nun pada saat nashab dan jer, yang
huruf tambahan itu pantas bila dihilangkan dan meng‘athafkan pada lafal yang
menyerupainya, seperti (جَاءَ الزَّيْدَانِ).[8]
Lafal tersebut menunjukkan pada makna dua melalui tambahan alif dan nun, dan
sudah mencukupi dari saling di‘athafkan (: sehingga diucapkan زَيْدٌ وَ زَيْدٌ), dan huruf tambahannya pantas bila
dihilangkan beserta meng‘athafkan lafal itu pada sesamanya (: sehingga
diucapkan زَيْدٌ وَ زَيْدٌ).
Syarat membuat isim
tatsniyyah adalah,[9]
a) Harus berupa isim mufrad, seperti (زَيْدٌ) menjadi (اَلزَّيْدَانِ).
Sehingga isim
tatsniyyah dan jama’ (baik jama’ mudzakar salim atau mu’annats salim) tidak
bisa di-tatsniyyah-kan, karena nantinya akan menimbulkan terjadinya dua
i’rab pada satu lafal, karena nantinya lafal (اَلزَّيْدَانِ) akan menjadi (اَلزَّيْدَانَانِ).
b) Berupa isim yang mu’rab. Sehingga
isim yang mabni tidak bisa di tatsniyyahkan.
c) Dinakirahkan.
Isim alam atau
nama orang tidak bisa di-tatsniyyah-kan selama masih menetapi sifat ‘alamiyyah-nya.
Ketika di-tatsniyyah-kan, maka dikira-kirakan kenakirahannya yaitu dengan
cara menta’wil salah satu dari nama Zaid, misalnya, dari sekian banyak orang
yang bernama Zaid. Oleh karenanya, dalam penggunaan bahasa yang bagus (ajwad),
isim tatsniyyahnya isim alam dimasuki (ال) sebagai ganti dari hilangnya
kema’rifatannya isim alam.
d) Tidak tersusun.
Lafal yang tersusun, baik dengan tarkib
isnadi, tarkib idlafi atau tarkib mazji, tidak boleh
ditatsniyyahkan.
e) Sesuai dalam lafalnya.
Sehingga bila
lafalnya berbeda maka tidak boleh di-tatsniyyah-kan.
f) Sesuai dalam maknanya.
Sehingga tidak
diperbolehkan men-tatsniyyah-kan lafal dengan menghendaki makna hakikat
dan majaz-nya, seperti (اَلِّسَانَانِ) yang dikehendaki adalah lidah dan pena.
g) Memiliki kesamaan.
Sehingga lafal (شَمْسٌ) dan (قَمَرٌ) tidak boleh di-tatsniyyah-kan
karena keduanya tidak mempunyai kesamaan dalam hal wujudnya.
h) Tatsniyyahnya tidak dicukupkan
dengan lafal lainnya.
Lafal yang sudah
dicukupkan dengan lafal yang lainnya, maka tidak boleh ditatsniyyahkan, seperti
(ثَلاَثَةٌ)
dan (اَرْبَعَةٌ)
tidak boleh ditatsniyyahkan karena sudah ada lafal (سِتَّةٌ) dan (ثَمَانِيَّةٌ).
Lafal-lafal yang
tidak memenuhi delapan syarat di atas tetapi sudah datang dari orang Arab kalau
lafal itu berbentuk tatsniyyah, maka lafal itu tidak dinamakan isim
tatsniyyah, tetapi dinamakan Mulhaq bit Tatsniyyah, yang hukumnya
sama dengan isim tatsniyyah.[10]
4) Nun
Nun menjadi
alamatnya i’rab rafa’ hanya bertempat pada af’alul khamsah. Yang
dimaksud dengan af’alul khamsah adalah semua fi’il mudlari’ yang huruf
terakhirnya bertemu alif tatsniyyah, waw jama’ atau ya’ mu’annats
mukhathabah. Wazan dari af’alul khamsah ada lima,[11]
a) (يَفْعَلاَنِ), untuk dua laki-laki ghaib,
seperti (اَلزَّيْدَانِ يَضْرِبَانِ).
b) (تَفْعَلاَنِ), untuk dua laki-laki yang dikhithabi,
seperti (تَضْرِبَانِ اَنْتُماَ يَا
زَيْدَانِ), atau untuk
dua wanita yang dikhithabi, seperti (تَضْرِبَانِ اَنْتُمَا يَا
هِنْدَانِ), atau untuk
dua perempuan ghaib, seperti (اَلْهِنْدَانِ تَقُوْمَانِ).
c) (يَفْعَلُوْنَ), untuk lelaki banyak ghaib, seperti (اَلزَّيْدُوْنَ يَضْرِبُوْنَ).
d) (تَفْعَلُوْنَ), untuk lelaki banyak yang dikhithabi,
seperti (تَضْرِبُوْنَ يَا زَيْدُوْنَ).
e) (تَفْعَلِيْنَ), untuk satu perempuan yang dikhithabi,
seperti (تَرْحَمِيْنَ حَالِيْ يَا هِنْدُ).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 28
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 28
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 21-24
[5] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 16
[6] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 17
[7] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 60
[8] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 64
[9] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 64
[10] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 12
[11] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 66
No comments:
Post a Comment