Ikhtishash adalah menashabkan isim dengan
fi’il yang wajib dibuang dengan penakdiran (أَخُصُّ) atau (أَعْنِي), dan isim itu haruslah jatuh setelah
dlamir yang digunakan untuk menjelaskan yang diinginkan darinya dan meringkas
hukum yang dimiliki oleh dlamir,[1]
seperti (نَحْنُ الْعَرَبَ نُكْرِمُ الضَّيْفَ) “kami orang arab memuliakan tamu.”
Isim itu dinamakan dengan Mukhtash. (نَحْنُ) adalah mubtada’, jumlah (نُكْرِمُ
الضَّيْفَ)
adalah khabarnya, sedangkan (الْعَرَبَ) adalah isim yang dibaca nashab menjadi ikhtishash
dengan fi’il yang dibuang penakdirannya adalah (أَخُصُّ). Dan jumlah dari fi’il yang dibuang
menjadi penengah diantara mubtada’ dan khabar. Yang diinginkan dengan
pengabaran (نَحْنُ)
adalah bukanlah orang Arab tetapi bahwa pemuliaan terhadap tamu hanya terkhusus
pada orang Arab. Ketika isim disebutkan setelah dlamir untuk mengabarkannya dan
tidak untuk menjelaskannya, maka isim itu dibaca rafa’ karena ketika itu isim
tersebut menjadi khabarnya mubtada’, seperti diucapkan (نَحْنُ
الْمُجْتَهِدُونَ).
Diwajibkan
adanya isim yang dibaca nashab sebagai ikhtishash adalah harus berupa
isim yang dima’rifatkan dengan (ال), seperti (نَحْنُ
الْعَرَبَ اَوفَى الناَّسِ بِالْعُهُودِ)
atau berupa isim yang diidlafahkan kepada isim ma’rifat, seperti (نَحْنُ
مَعاَشِرَ الْأَنْبِياَءِ لاَ نُورَثُ ماَ تَرَكْناَهُ صَدَقَةً), atau berupa isim alam, namun qalil
hukumnya, seperti (بِناَ تَمِيْماً
يُكْشَفُ الضَّبَابُ).[2]
Adapun isim yang diidlafahkan kepada isim alam, maka hukumnya adalah
tidak qalil,
seperti (نَحْنُ بَنِي ضَبَّةَ اَصْحاَبَ
الْجَمَلِ).
Isim itu tidak boleh berupa isim nakirah atau isim dlamir atau isim isyarah
atau isim maushul.
Kebanyakan
isim yang masuk dalam bab ini adalah (بَنُو
فُلاَنٍ), (مَعْشَرَ) dengan diidlafahkan, (اَهْلُ
الْبَيْتِ)
dan (آلُ فُلاَنٍ).
Perlu
diketahui bahwa yang paling banyak dalam mukhtash adalah menyandingi
dlamir mutakallim, seperti yang telah kalian lihat. Namun, terkadang
menyandingi dlamir khithab, seperti (بِكَ
اللهَ اَرْجُو نَجاَحَ الْقَصْدِ),
dan tidak boleh jatuh setelah dlamir ghaib.
Terkadang
ikhtishash terjadi dengan menggunakan lafal (أَيُّهاَ) dan (أَيَّتُهاَ), sehingga keduanya diberlakukan seperti
diberlakukannya kedua lafal itu dalam nida’. Maka keduanya dimabnikan dlamm,
dan keduanya ber-mahall nashab dinashabkan oleh (أَخُصُّ) yang wajib dibuang dan lafal setelah
keduanya harus berupa isim yang diberi (ال) yang harus dibaca rafa’ menjadi sifat
dari keduanya atau menjadi badalnya atau ‘athaf bayannya. Dan tidak diperbolehkan
menashabkan lafal itu menjadi tabi’ bagi mahall kedua lafal itu,
(اَناَ اَفْعَلُ الْخَيْرَ اَيُّهاَ الرَّجُلُ) dan (نَحْنُ نَفْعَلُ
الْمَعْرُوفَ اَيُّها الْقَومُ).[3]
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 18
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 19
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 19
No comments:
Post a Comment