Hukum Na’ibul Fa’il
Semua hukum yang dimiliki oleh fa’il, maka bisa diberikan
kepada na’ibul fa’il, karena na’ibul fa’il menempati tempatnya fa’il. Sehingga
na’ibul fa’il wajib dibaca rafa’, jatuh setelah musnad dan disebutkan didalam
kalam. Jika dia tidak disebutkan didalam kalam, maka dia berupa dlamir mustatir.
Fi’ilnya harus dimu’annatskan, jika na’ibul fa’ilnya mu’annats, fi’ilnya harus
mufrad meskipun na’ibul fa’ilnya tatsniyyah atau jama’, dan diperbolehkan untuk
membuang fi’ilnya karena ada qarinah yang menunjukkannya.[1]
Pembagian Na’ibul Fa’il
Na’ibul fa’il, seperti halnya fa’il, terbagi menjadi
tiga, yaitu sharih, dlamir dan mu’awwal.[2]
Na’ibul fa’il yang berupa isim sharih atau isim dzahir adalah
seperti (يُحَبُّ الْمُجْتَهِدُ).
Na’ibul fa’il yang berupa dlamir adakalanya berupa dlamir muttashil, seperti
ta’ pada lafal (اُكْرِمْتَ),
dan adakala-nya berupa dlamir munfashil, seperti (ماَ يُكْرَمُ اِلاَّ اَناَ), atau berupa dlamir mustatir, seperti (فَاطِمَةُ تُكْرَمُ). Sedangkan na’ibul fa’il yang mu’awwal
adalah seperti (يُحْمَدُ اُنْ تَجْتَهِدُوا) yang dita’wil menjadi (يُحْمَدُ
اِجْتِهَادُكُمْ).
No comments:
Post a Comment