Membuang Fi’il Syarat
Terkadang
fi’il syarat dibuang ketika fi’il syarat jatuh setelah (اِنْ) yang bertemu dengan (لاَ), (تَكَلَّمْ بِخَيْرٍ وَ إِلاَّ فَاسْكُتْ). Namun, terkadang itu terjadi ketika fi’il
syarat yang jatuh setelah (مَنْ) yang bertemu dengan (لاَ), (مَنْ يُسَلِّمْ
عَلَيْكَ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَ مَنْ لاَ فَلاَ تَعْبَأْ
بِهِ).[1]
Diantara tempat dibuangnya fi’il syarat adalah ketika jawab-nya
jatuh setelah thalab, seperti (جُدْ تُسُدْ) dengan penakdiran (جُدْ فَإِنْ تَجُدْ
تُسُدْ).
Membuang Jawabnya Syarat
Terkadang
jawab-nya syarat dibuang, jika ada yang menunjukkannya, dengan
syarat fi’il syarat harus berupa fi’il madli secara pelafalan, seperti (اَنْتَ فَائِزٌ اِنِ اجْتَهَدْتَ), atau berupa fi’il mudlari’ yang bersama
dengan (لَمْ), seperti (اَنْتَ خاَسِرٌ اِنْ
لَمْ تَجْتَهِدْ). Pembuangan jawab-nya
syarat adakalanya jawaz atau wajib.
1) Boleh Membuang Jawab
Jawab-nya syarat
boleh (jawaz) dibuang ketika didalam kalam terdapat sesuatu yang pantas
jika menjadi jawab, yaitu dengan sekiranya fi’il syarat sendiri
bisa menunjukkan pada jawab, seperti (فَإِنِ اسْتَطَعْتَ
اَنْ تَبْتَغِي نَفَقًا فِي الْأَرْضِ اَو سُلَّماً فِي السَّماَءِ), yang artinya (اِنِ اسْتَطَعْتَ
فَافْعَلْ), atau fi’il
syarat menjadi jawab bagi kalam, seperti ada yang berkata, (اَتُكْرِمُ سَعِيْداً؟), lalu kita menjawabnya (اِنِ اجْتَهَدَ) yang artinya (اِنِ اجْتَهَدَ
اُكْرِمْهُ).[2]
2) Wajib Membuang Jawab
Diwajibkan
untuk membuang jawab, jika perkara yang menunjukkan pada jawab
adalah jawab dalam makna. Tidak ada bedanya antara didahulukannya
perkara itu pada jawab-nya syarat, seperti (اَنْتَ فَائِزٌ
اِنِ اجْتَهَدْتَ), atau diakhirkan,
seperti syarat berada ditengah antara qasam dan jawab-nya,
misalnya (وَ اللهِ اِنْ قُمْتَ لاَ اَقُومُ), atau syarat diapit oleh dua
juznya perkara yang menunjukkan pada jawab, seperti (اَنْتَ اِنِ
اجْتَهَدْتَ فَائِزٌ).[3]
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 193
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 194
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II hlm. 194
No comments:
Post a Comment