Dlamir
menempati tempatnya isim dzahir. Maksud dari mendatangkan dlamir adalah
untuk meringkas (ikhtishar). Dlamir muttashil lebih ringkas
dibandingkan dlamir munfashil. Jadi, semua tempat yang mungkin untuk didatangkan
dengan dlamir muttashil, maka tidak diperbolehkan berpindah ke dlamir munfashil.[1]
Sehingga diucapkan (اَكْرَمْتُكَ)
tidak boleh (اَكْرَمْتُ إِياَّكَ).
Dan
jika tidak dimungkinkan untuk membuat dlamir muttashil, maka diwajibkan
untuk membuat dlamir munfashil.[2]
Demikian itu, adalah ketika maqam kalam menuntut untuk mendahulukan
dlamir, seperti (إِياَّكَ نَعْبُدُ),
atau dlamir itu menjadi mubtada’, seperti (أَنْتَ مُجْتَهِدٌ), atau menjadi khabar, seperti (اَلْمُجْتَهِدُونَ
اَنْتُمْ), atau
diringkas (hashru) dengan (إِلاَّ) atau (إِنَّماَ), seperti (أَمَرَ اَنْ لاَ
تَعْبُدُوا إِلاَّ إِياَّهُ), atau amilnya
dibuang, seperti (إِياَّكَ وَ ماَ يُعْتَذَرُ مِنْهُ), atau menjadi maf’ul bagi masdar yang
diidlafahkan kepada fa’ilnya, seperti (يَسُرُّنِي اِكْرَامُ
الْأُسْتاّذِ إِياَّكَ), atau mengikuti
lafal sebelumnya dalam i’rabnya, seperti (يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَ اِيَّاكُمْ).[3]
Diperbolehkan
untuk menyambung atau memisah dlamir, ketika dlamir itu menjadi khabarnya (كَانَ) atau sesamanya, seperti (كُنْتُهُ) dan (كُنْتُ إِياَّهُ), atau menjadi dlamir kedua dari dua
dlamir yang dibaca nashab dengan ‘amil dari bab (اَعْطَى) dan (ظَنَّ) (: artinya fi’il yang bisa menashabkan
dua maf’ul yang asalnya bukanlah mubtada’-khabar, atau fi’il yang bisa
menashabkan dua maf’ul yang asalnya adalah mubtada’-khabar), seperti (سَأَلْتُكَهُ), (سَأَلْتُكَ إِياَّهُ), (ظَنَنْتُكَهُ) dan (ظَنَنْتُكَ إِياَّهُ). Dlamir mutakallim lebih khusus dibandingkan
dlamir mukhathab, artinya dlamir mutakallim lebih ma’rifat
dibandingkan dlamir mukhathab. Dan dlamir mukhathab lebih khusus
dibandingkan dlamir ghaib.
Ketika
ada dua dlamir muttashil berkumpul dalam bab (كَانَ), (اَعْطَى) atau (ظَنَّ), maka diwajibkan untuk mendahulukan
dlamir yang lebih khusus dari kedua dlamir itu, seperti (كُنْتُهُ), (سَلْنِيْهِ) dan (ظَنَنْتُكَهُ). Dan ketika salah satunya dipisah, maka
kita diperbolehkan untuk mendahulukan dlamir manapun yang kita inginkan, jika
diamankan dari keserupaan, seperti (الدِّرْهَمُ أَعْطَيْتُهُ
إِياَّكَ). Namun, jika
tidak diamankan dari terjadinya kesamaran makna, maka diwajibkan untuk
mendahulukan dlamir yang bisa menghilangkan kesamaran, meskipun dlamir itu
tidaklah lebih khusus, sehingga kita ucapkan (زُهَيْرٌ مَنَعْتُكَ
إِياَّهُ), jika yang
kita inginkan adalah mencegah mukhathab dari sampai kepada ghaib.
Dan (مَنَعْتُهُ إِياَّكَ)
jika yang kita inginkan adalah mencegah ghaib dari sampai kepada mukhathab.
Jika
ada dua dlamir sama dalam tingkatannya, seperti bila keduanya sama-sama mutakallim
atau mukhathab atau ghaib, maka diwajibkan untuk memisah salah
satunya,[4]
seperti (اَعْطَيْتُهُ إِياَّهُ),
(خِلْتُكَ إِياَّكَ)
dan (سَأَلْتَنِي إِياَّيَ).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 120
[2] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 171
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 120
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 121
No comments:
Post a Comment