Diperbolehkan
untuk membuang khabarnya huruf-huruf ini, yaitu ada dua macam, jaiz dan wajib.
Diperbolehkan (jaiz) membuang khabarnya huruf yang menyerupai fi’il
ketika khabar itu berupa lafal yang khash, artinya termasuk kalimah yang
diinginkan dengannya adalah makna khash, dengan syarat ada perkara yang
menunjukkannya, seperti (إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ
لَماَّ جَاءَهُمْ وَ إِنَّهُ لَكِتاَبٌ عَزِيْزٌ)
dengan penakdiran (إِنَّ الَّذِيْنَ كَذَّبُوا بِالذِّكْرِ
مُعاَنِدُونَ اَوْ هاَلِكُونَ اَو مُعَذَّبُونَ).
Diwajibkan untuk membuang khabar ketika khabar itu berupa lafal yang ‘aam,
artinya termasuk dalam kalimah yang menunjukkan pada wujud yang mutlak,
sehingga tidak bisa dipaham darinya perbuatan yang khusus, seperti (كاَئِنٌ), (مَوْجُودٌ) atau (حاَصِلٌ), yaitu di dua tempat,
a.
Ketika
jatuh setelah (لَيْتَ شِعْرِي) ketika
disandingi oleh istifham, seperti (لَيْتَ شِعْرِي هَلْ تَنْهَضُّ الْأُمَّةُ؟) dengan
penakdiran (لَيْتَ شِعْرِي حَاصِلٌ).
b.
Berada
dalam kalam dzaraf atau jer majrur yang ber-ta’alluq dengan dengannya,
sehingga khabar itu tidak dibutuhkan lagi, seperti (إِنَّ الْعِلْمَ فِي الصُّدُورِ وَ إِنَّ الْخَيْرَ اَماَمَكَ).[1]
No comments:
Post a Comment