Kalimah huruf
yang menyerupai kalimah fi’il ada enam, yaitu: (إِنَّ), (أَنَّ), (لَيْتَ), (كَأَنَّ), (لَكِنَّ) dan (لَعَلَّ).[1]
Hukum dari huruf-huruf tersebut adalah bisa masuk ke dalam mubtada’ dan khabar
yang kemudian menjadikan mubtada’ dibaca nashab untuk menjadi isimnya dan
khabarnya dibaca rafa’ untuk menjadi khabarnya, seperti (اِنَّ اللهَ رَحِيْمٌ).
Dinamakan huruf
yang menyerupai kalimah fi’il karena huruf terakhirnya huruf-huruf tersebut
difathah, seperti fi’il madli, dan wujudnya makna fi’il pada masing-masing dari
huruf tersebut, karena taukid, tasybih, istidrak, tamanni
dan tarajji adalah termasuk makna-makna yang terdapat dalam kalimah fi’il.
Maknanya huruf
yang menyerupai kalimah fi’il:[2]
1)
(إِنَّ) dan (أَنَّ) bermakna taukid,
sehingga keduanya mentaukidi persifatannya musnad ilaih dengan musnad,
seperti lafal, (اِنَّ زَيْداً
مُجْتَهِدٌ) dan lafal, (بِأَنَّ زَيْداً مُسْتَقِيْمٌ).
2)
(كَأَنَّ) bermakna tasybih taukid, karena
lafal itu tersusun dari (اِنَّ)
dan kaf huruf tasybih, sehingga ketika kita mengucapkan (كَأَنَّ الْعِلْمَ
نُورٌ), maka asalnya adalah (اِنَّ الْعِلْمَ
كاَلنُّورِ), kemudian
ketika orang-orang Arab ingin lebih mementingkan penyerupaan yang mereka telah
membuat kalimat untuknya, maka mereka mendahulukan kaf dan memfathah hamzah (اِنَّ) pada tempatnya kaf, yang merupakan huruf
jer, dan kemudian keduanya menjadi satu huruf yang untuk tasybih.
3)
(لَيْتَ) bermakna tamanni, yaitu
mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadinya atau sulit terealisasikan,
seperti orang tua mengatakan (اَلاَ لَيْتَ الشَّبَابَ يَعُودُ يَوماً) dan (لَيْتَ لِي
قِنْطاَراً مِنَ الذَّهَبِ).
Terkadang (لَيْتَ) digunakan pada sesuatu yang mungkin
terjadinya tetapi qalil hukumnya, (لَيْتَكَ تَذْهَبُ).
4)
(لَكِنَّ) bermakna istidrak, yaitu
mendampingi kalam dengan suatu lafal untuk menghilangkan suatu perkara yang disangka
tidak ada, seperti (زَيْدٌ قَائِمٌ لَيْلاً لَكِنَّهُ غَيْرُ
صَالِحٍ).
Demikian itu
karena biasanya orang yang melakukan shalat malam adalah orang yang shaleh,
sehingga ketika kita mensifati Zaid dengan orang yang melakukan shalat malam,
maka terkadang dipaham kalau dia adalah orang yang shaleh juga. Oleh karenanya,
kita menyambungnya dengan (لَكِنَّهُ غَيْرُ صَالِحٍ). Atau bermakna taukid, seperti (لَوْ جاَءَنِي
خَلِيْلٌ لَأَكْرَمْتُهُ لَكِنَّهُ لَمْ يَجِيءْ).
Sehingga, perkataan kita (لَوْ جاَءَنِي خَلِيْلٌ لَأَكْرَمْتُهُ) dapat dipaham darinya kalau Khalil tidak
hadir, dan perkataan (لَكِنَّهُ لَمْ يَجِيءْ) adalah sebagai pengukuh
ketidak-hadirannya itu.
5)
(لَعَلَّ) bermakna tarajji dan tawaqqu’.
Arti dari Tarajji adalah mengharapkan sesuatu yang disukai, seperti (لَعَلَّ الصَّدِيْقَ
قَادِمٌ).
Sedangkan Tawaqqu’
adalah mengharapkan terjadinya perkara yang dibenci, seperti (لَعَلَّ زَيْداً
هاَلِكٌ). (لَعَلَّ) hanya digunakan pada sesuatu yang mungkin
terjadinya. Namun, terkadang (لَعَلَّ)
bermakna (كَيْ) untuk ta’lil,
(اِبْعَثْ اِلَيَّ بِدَابَّتِكَ لَعَلِّيْ
اَرْكَبُهاَ). Terkadang
juga bermakna (ظَنَّ),
seperti (لَعَلِّي اَزُورُكَ الْيَوْمَ)
yang maknanya adalah (اَظُنَّنِي اَزُوْرُكَ).
Atau bermakna (عَسَى),
(لَعَلَّكَ اَنْ تَجْتَهِدَ)
dengan petunjuknya masuknya (اَنْ)
pada khabarnya, seperti masuknya (اَنْ) pada khabarnya (عَسَى).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 298
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 298-300
No comments:
Post a Comment