Tidak
diperbolehkan mendahulukan khabar atas huruf-huruf tersebut dan tidak juga atas
isimnya. Adapun ma’mul-nya khabar, maka diperbolehkan untuk mendahului
isim, jika ma’mul itu berupa dzaraf atau jer-majrur dengan huruf,
seperti (إِنَّ عِنْدَناَ زَيْداً مُقِيْمٌ). Termasuk juga ketika khabarnya dibuang
yang ditunjukkan oleh lafal yang ber-ta’alluq dengannya, yaitu dzaraf
dan jer-majrur, yang mendahului isim, seperti (إِنَّ فِي
الدَّارِ زَيْداً) dan (إِنَّ فِيْهاَ
قَوْماً جَبَّارِيْنَ). Karena
dzaraf dan jer-majrur ber-ta’alluq dengan khabar yang dibuang, namun
wajib untuk ditakdirkan diakhirkan dari isim, karena tidak diperbolehkan untuk
mendahului isim, seperti yang telah kalian lihat. Dan dzaraf atau jer-majrur
itu sebagai khabar.[1]
Diwajibkan untuk mendahulukan ma’mul khabar, ketika ma’mul berupa
dzaraf atau jer-majrur, didua tempat, yaitu:[2]
a. Jika
mengakhirkan ma’mul itu akan menyebabkan terjadinya kembalinya dlamir
pada lafal yang diakhirkan secara lafdzi dan derajatnya, dan itu adalah
dilarang, (إِنَّ فِي الدَّارِ
صَاحِبَهاَ). Sehingga
tidak diperbolehkan diucapkan (إِنَّ صَاحِبَهاَ فِي الدَّارِ), karena (ها) kembali
kepada (الدَّارِ) yang diakhirkan secara pelafalan.
b.
Ketika
isimnya bebarengan dengan lam taukid, (إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ).
Adapun
mendahulukan ma’mul-nya khabar atas khabarnya, yaitu dengan sekiranya ma’mul
itu berada ditengah diantara khabar dan isimnya, maka diperbolehkan, baik ma’mul
itu berupa dzaraf atau jer-majrur atau yang lainnya, seperti (إِنَّكَ عِنْدَناَ
مُقِيْمٌ), (إِنَّكَ فِي
الْمَرْرَسَةِ تَتَعَلَّمُ) dan (إِنَّ سَعِيْداً
دَرْسُهُ يَكْتُبُ).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 302
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 303
No comments:
Post a Comment