Amil Maf’ul Mutlak
Yang
bisa mengamalkan maf’ul mutlak adalah salah satu dari ketiga amil ini,
yaitu fi’il taam yang mutasharrif, seperti (اَتْقِنْ
عَمَلَكَ اِتْقاَناً),
sifat yang musytaq darinya, (رَأَيْتُهُ
مُسْرِعاً اِسْرَاعاً عَظِيْماً),
dan masdarnya fi’il itu, seperti (فَرَحْتُ
بِاجْتِهاَدِكَ اجْتِهاَداً حَسَناً).[1]
Hukum Maf’ul Mutlak
Maf’ul
mutlak mempunyai tiga hukum, yaitu:[2]
a.
Wajib dibaca nashab.
b.
Wajib jatuh setelah amil, jika untuk taukid.
Namun
jika untuk nau’ atau adad, maka diperbolehkan untuk disebutkan
setelah atau sebelum amil-nya, kecuali ketika maf’ul mutlak itu berupa istifham
atau syarat, maka wajib untuk mendahulukannya atas amil-nya, (ماَ
اَكْرَمْتَ خاَلِداً؟)
dan (ماَ
تَجْلِسْ اَجْلِسْ).
c.
Diperbolehkan untuk membuang amil-nya, jika berupa
masdar nau’ atau adad, karena ada qarinah yang menunjukkan
kepadanya, seperti (ماَ جَلَسْتَ) kemudian dijawab (بَلَى
جُلُوساً طَوِيْلاً اَو جَلْسَتَيْنِ).
Adapun
masdar yang untuk taukid, maka amil-nya tidak boleh dibuang, menurut
qaul ashah, karena masdar itu didatangkan untuk menguatkan atau
mengukuhkan, dan membuang amil-nya dapat menghilangkan maksud itu.
Adapun masdar yang didatangkan sebagai pengganti fi’il, maka tidak
diperbolehkan menyebutkan amil-nya, tetapi amil-nya wajib
dibuang, seperti (حَمْداً وَ
شُكْراً لاَ كُفْراً).
No comments:
Post a Comment