Ketika
dlamir berupa dlamir ghaib, maka diwajibkan adanya marji’ (lafal
yang dlamir kembali kepadanya). Dlamir ghaib adakalanya kembali kepada
isim yang mendahuluinya dalam pelafalan, yaitu yang asal, (الْكِتاَب اَخَذْتُهُ). Adakalanya kembali kepada lafal yang
diakhirkan darinya dalam pengucapan, namun didahulukan derajatnya (: artinya
dari segi asalnya), seperti (اَخَذَ كِتاَبَهُ زُهَيْرٌ). Ha’ dlamir kembali kepada (زُهَيْر) yang diakhirkan secara pengucapan, namun
diniati didahulukan dengan melihat derajatnya karena dia sebagai fa’il.[1]
Adakalanya
kembali kepada perkara yang telah disebutkan sebelumnya dari segi makna bukan
pelafalan,[2]
seperti (اِجْتَهِدْ يَكُنْ خَيْراً لَكَ) yang artinya (يَكُنِ الْإِجْتِهاَدُ
خَيْراً لَكَ). Dlamir itu
kembali kepada (الْإِجْتِهاَدُ)
yang dipaham dari lafal (اِجْتَهِدْ).
Dan adakalanya kembali kepada perkara yang tidak disebutkan, tidak dalam
pelafalan maupun makna, jika runtutannya kalam menentukannya, seperti (وَ اسْتَوَتْ عَلَى
الْجُودِيِّ), yang dlamir
itu kembali kepada (سَفِيْنَةُ نُوحٍ)
yang telah maklum dari maqam.[3]
Dlamir
bisa kembali kepada perkara yang paling dekat penyebutannya dalam kalam, selama
perkara yang lebih dekat itu tidak berupa mudlaf ilaih. Jika berupa mudlaf
ilaih, maka dlamir kembali kepada mudlaf. Namun, terkadang kepada mudlaf
ilaih, jika memang disitu terdapat perkara yang menentukannya, seperti (كَمَثَلِ الْحِماَرِ
يَحْمِلُ اَسْفاَراً).[4]
Dan terkadang dlamir kembali kepada lafal yang jauh dengan adanya qarinah
yang menunjukkannya,[5]
seperti (آمِنُوا بِاللهِ وَ رَسُولِهِ وَ اَنْفِقُوا مِماَّ
جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِيْنَ). Dlamir
mustatir kembali kepada (الله)
bukan (الرسول).
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 124
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 125
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 125
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 125
[5] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 125
No comments:
Post a Comment