Terkadang dlamir menjadi penengah diantara
mubtada’ dan khabar atau lafal yang asalnya adalah mubtada’ dan khabar, yang
dlamir itu dinamakan dlamir fashlu, untuk menunjukkan kalau lafal
setelah dlamir itu adalah khabar bukan na’at, seperti (زُهَيْرٌ هُوَ
الشَّاعِرُ) dan (ظَنَنْتُ عَبْدَ
اللهِ هَوَ الْكاَتِبُ).
Dlamir
fashlu adalah kalimah huruf yang tidak punya mahall dari i’rab,
menurut qaul ashah. Bentuk dari dlamir itu adalah seperti dlamir munfashil,
dan tertashrif seperti tertashrifnya dlamir munfashil, tergantung
tempatnya, namun dlamir itu bukanlah dlamir munfashil.
Kemudian
masuknya dlamir fashlu diantara mubtada’ dan khabar yang telah di-nasakh
dengan (كاَنَ), (ظَنَّ) dan (إِنَّ) serta sesamanya adalah mengikut pada
masuknya dlamir itu diantara keduanya sebelum di-nasakh, sehingga dari
segi i’rab dlamir itu tidak bisa mempengaruhi lafal setelahnya dan lafal
setelah dlamir fashlu dipengaruhi oleh lafal sebelum dlamir fashlu,
seperti (فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ اَنْتَ
الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ). Dlamir fashlu
berfaidah untuk mentaukidi hukum, karena bisa menambah pada pertalian hubungan.[1]
No comments:
Post a Comment