Ketika ada
beberapa kalimah tersusun dalam suatu jumlah, maka diantara kalimah itu ada
yang mengalami perubahan huruf terakhirnya dengan berubah-ubahnya tempat
kalimah tersebut dalam jumlah karena berbeda-bedanya ‘amil yang
mendahuluinya, dan diantaranya ada yang tidak mengalami perubahan huruf
terakhirnya meskipun ‘amil yang mendahuluinya berubah-ubah.
Kalimah model
pertama dinamakan kalimah (Mu’rab), kalimah model kedua dinamakan
kalimah (Mabni), perubahan karena sebab ‘amil dinamakan (I’rab)
dan ketidak-berubahan dengan adanya ‘amil dinamakan (Bina’).[1]
I’rab adalah berubahnya huruf terakhir dari suatu kalimah yang
disesuaikan dengan kebutuhan atau fungsi dari amil yang memasukinya, baik
perubahan tersebut tampak terlihat dalam pelafalan atau dikira-kirakan.[2]
Sepeti lafal (زَيْدْ), yang sebelum kemasukan ‘amil
lafal tersebut adalah mauquf, artinya tidak mu’rab, tidak mabni, tidak
rafa’, tidak nashab dan tidak juga jer. Tetapi, ketika lafal itu kemasukan
‘amil yang menuntut dia untuk dibaca rafa’, maka lafal itu dibaca rafa’ dan
begitu juga seterusnya. Contoh dari amil yang menuntut lafal (زَيْدٌ) dibaca rafa’ adalah (جَاءَ). Karena lafal (جَاءَ) adalah Fi’il yang membutuhkan fa’il
sehingga lafal (زَيْدٌ)
dijadikan sebagai fa’ilnya, dan fa’il haruslah dibaca rafa’.[3]
[1] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 18
[2] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz 1 hlm. 18
[3] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 42
No comments:
Post a Comment