Monday, April 9, 2018

KEKHUSUSAN (عَسَى), (اِخْلَوْلَقَ) Dan (اَوْشَكَ)


(عَسَى), (اِخْلَوْلَقَ) dan (اَوْشَكَ) mempunyai kekhususan tersendiri diantara fi’il-fi’il lainnya dalam bab ini, yaitu ketiganya terkadang bisa diberlakukan taam, sehingga tidak membutuhkan khabar. Demikian itu terjadi ketika ketiganya disandingi oleh (اَنْ) dan fi’il, lalu ketiganya diisnadkan kepada masdarnya yang dita’wil dengan (اَنْ) yang masdar itu menjadi fa’il bagi ketiganya,[1] (عَسَى اَنْ تَقُوْمَ وَ اخْلَوْلَقَ اَنْ تُسَافِرُوا وَ اَوْشَكَ اَنْ نَرْحَلَ).
Hukum seperti itu berlaku ketika ketiganya tidak didahului isim yang merupakan musnad ilaih dalam makna (seperti yang telah kalian lihat). Namun, jika ketiganya didahului isim yang sah untuk meng-isnad-kan ketiganya kepada dlamirnya isim itu, maka kita diperbolehkan untuk memilih. Boleh dijadikan taam (dan itu adalah yang lebih fasih), sehingga masdar mu’awwal menjadi fa’il ketiganya, (عَلِيٌّ عَسَى اَنْ يَذْهَبَ), (هِنْدٌ عَسَى اَنْ تَذْهَبَ), (الرَّجُلاَنِ عَسَى اَنْ يَذْهَباَ), (الْمَرْأَتاَنِ عَسَى اَنْ تَذْهَباَ), (الْمُسَافِرُونَ عَسَى اَنْ يَحْضُرُوا), dan (الْمُسَافِرَاتُ عَسَى اَنْ يَحْضُرْنَ) dengan dikosongkannya (عَسَى) dari dlamir. Atau kita memberlaku-kan ketiganya naqish, sehingga isimnya berupa dlamir, dan ketika itu maka ketiganya mengandung dlamir mustatir atau dlamir bariz yang sesuai dengan lafal sebelumnya, dalam hal mufrad, tatsniyyah atau jama’, mudzakar dan mu’annats, sehingga kita ucapkan (عَلِيٌّ عَسَى اَنْ يَذْهَبَ), (هِنْدٌ عَسَتْ اَنْ تَذْهَبَ), (الرَّجُلاَنِ عَسَياَ اَنْ يَذْهَباَ), (الْمَرْأَتاَنِ عَسَتاَ اَنْ َذْهَباَ), (الْمُسَافِرُونَ عَسَوْا اَنْ يَحْضُرُوا), dan (الْمُسَافِرَاتُ عَسَيْنَ اَنْ يَحْضُرْنَ).
Namun, yang lebih baik adalah menjadikan ketiganya pada misal diatas sebagai taam dan dikosongkan dari dlamir, sehingga ketiganya akan tetap pada satu sighat mufrad mudzakar dan diisnadkan pada masdar mu’awwal dari fi’il dengan (اَنْ) yang masdar itu menjadi fa’ilnya, dan itu adalah lughat Hijaz yang al-Qur’an telah datang dengannya dan lughat itu adalah yang lebih fasih dan masyhur, seperti (لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوا خَيْراً مِنْهُمْ وَ لاَ نِسَاءٌ مِنْ نِساءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْراً مِنْهُنَّ), yang jika naqish maka diucapkan (عَسَوا) dan (عَسَيْنَ) dengan dlamir jama’ mudzakar yang kembali kepada (قوم) dan jama’ mu’annats yang kembali kepada (نِسَاء).[2]
(عَسَى) mempunyai dua kekhususan, yaitu:[3]
1)      Diperbolehkan untuk mengkasrah dan memfathah siin-nya, ketika diisnadkan kepada ta’ dlamir atau nun niswah atau (ناَ), namun membaca fathah adalah yang lebih baik karena yang asal. ‘Ashim telah membaca (فَهَلْ عَسِيْتُمْ اِنْ تَوَلَّيْتُمْ) dengan dikasrahnya siin, sedangkan ulama’ yang lainnya (عَسَيْتُمْ) dengan difathah.
2)      (عَسَى) terkadang diberlakukan sebagai kalimah huruf dengan makna (لَعَلَّ) sehingga bisa beramal seperti amalnya (لَعَلَّ), yaitu menashabkan isim dan merafa’kan khabar. Demikian itu ketika (عَسَى) bersambung dengan dlamir nashab (dan itu adalah qalil), seperti,
فَقُلْتُ عَسَاهاَ ناَرُ كَــأْسِ وَ عَلَّهاَ * تَشَكَّى فَآتِي نَحْــــوَهاَ فَأَعُودُهـــــــــاَ
فَتَسْمَعُ قَوْلِي قَبْلَ حَتفٍ يُصِيْبُنِي * تُسَرُّ بِهِ اَو قَبْلَ حَتْفٍ يَصِيْدُهاَ



[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 290
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 290
[3] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 291

No comments:

Post a Comment