Tuesday, April 17, 2018

IKHTISHASH


Ikhtishash adalah menashabkan isim dengan fi’il yang wajib dibuang dengan penakdiran (أَخُصُّ) atau (أَعْنِي), dan isim itu haruslah jatuh setelah dlamir yang digunakan untuk menjelaskan yang diinginkan darinya dan meringkas hukum yang dimiliki oleh dlamir,[1] seperti (نَحْنُ الْعَرَبَ نُكْرِمُ الضَّيْفَ) “kami orang arab memuliakan tamu.” Isim itu dinamakan dengan Mukhtash. (نَحْنُ) adalah mubtada’, jumlah (نُكْرِمُ الضَّيْفَ) adalah khabarnya, sedangkan (الْعَرَبَ) adalah isim yang dibaca nashab menjadi ikhtishash dengan fi’il yang dibuang penakdirannya adalah (أَخُصُّ). Dan jumlah dari fi’il yang dibuang menjadi penengah diantara mubtada’ dan khabar. Yang diinginkan dengan pengabaran (نَحْنُ) adalah bukanlah orang Arab tetapi bahwa pemuliaan terhadap tamu hanya terkhusus pada orang Arab. Ketika isim disebutkan setelah dlamir untuk mengabarkannya dan tidak untuk menjelaskannya, maka isim itu dibaca rafa’ karena ketika itu isim tersebut menjadi khabarnya mubtada’, seperti diucapkan (نَحْنُ الْمُجْتَهِدُونَ).
Diwajibkan adanya isim yang dibaca nashab sebagai ikhtishash adalah harus berupa isim yang dima’rifatkan dengan (ال), seperti (نَحْنُ الْعَرَبَ اَوفَى الناَّسِ بِالْعُهُودِ) atau berupa isim yang diidlafahkan kepada isim ma’rifat, seperti (نَحْنُ مَعاَشِرَ الْأَنْبِياَءِ لاَ نُورَثُ ماَ تَرَكْناَهُ صَدَقَةً), atau berupa isim alam, namun qalil hukumnya, seperti (بِناَ تَمِيْماً يُكْشَفُ الضَّبَابُ).[2] Adapun isim yang diidlafahkan kepada isim alam, maka hukumnya adalah tidak qalil, seperti (نَحْنُ بَنِي ضَبَّةَ اَصْحاَبَ الْجَمَلِ). Isim itu tidak boleh berupa isim nakirah atau isim dlamir atau isim isyarah atau isim maushul.
Kebanyakan isim yang masuk dalam bab ini adalah (بَنُو فُلاَنٍ), (مَعْشَرَ) dengan diidlafahkan, (اَهْلُ الْبَيْتِ) dan (آلُ فُلاَنٍ).
Perlu diketahui bahwa yang paling banyak dalam mukhtash adalah menyandingi dlamir mutakallim, seperti yang telah kalian lihat. Namun, terkadang menyandingi dlamir khithab, seperti (بِكَ اللهَ اَرْجُو نَجاَحَ الْقَصْدِ), dan tidak boleh jatuh setelah dlamir ghaib.
Terkadang ikhtishash terjadi dengan menggunakan lafal (أَيُّهاَ) dan (أَيَّتُهاَ), sehingga keduanya diberlakukan seperti diberlakukannya kedua lafal itu dalam nida’. Maka keduanya dimabnikan dlamm, dan keduanya ber-mahall nashab dinashabkan oleh (أَخُصُّ) yang wajib dibuang dan lafal setelah keduanya harus berupa isim yang diberi (ال) yang harus dibaca rafa’ menjadi sifat dari keduanya atau menjadi badalnya atau ‘athaf bayannya. Dan tidak diperbolehkan menashabkan lafal itu menjadi tabi’ bagi mahall kedua lafal itu, (اَناَ اَفْعَلُ الْخَيْرَ اَيُّهاَ الرَّجُلُ) dan (نَحْنُ نَفْعَلُ الْمَعْرُوفَ اَيُّها الْقَومُ).[3]  


[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 18
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 19
[3] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 19

No comments:

Post a Comment