Saturday, April 21, 2018

HUKUM MAF’UL MUTLAK

Amil Maf’ul Mutlak
Yang bisa mengamalkan maf’ul mutlak adalah salah satu dari ketiga amil ini, yaitu fi’il taam yang mutasharrif, seperti (اَتْقِنْ عَمَلَكَ اِتْقاَناً), sifat yang musytaq darinya, (رَأَيْتُهُ مُسْرِعاً اِسْرَاعاً عَظِيْماً), dan masdarnya fi’il itu, seperti (فَرَحْتُ بِاجْتِهاَدِكَ اجْتِهاَداً حَسَناً).[1]
Hukum Maf’ul Mutlak
Maf’ul mutlak mempunyai tiga hukum, yaitu:[2]
a.       Wajib dibaca nashab.
b.      Wajib jatuh setelah amil, jika untuk taukid.
Namun jika untuk nau’ atau adad, maka diperbolehkan untuk disebutkan setelah atau sebelum amil-nya, kecuali ketika maf’ul mutlak itu berupa istifham atau syarat, maka wajib untuk mendahulukannya atas amil-nya, (ماَ اَكْرَمْتَ خاَلِداً؟) dan (ماَ تَجْلِسْ اَجْلِسْ).
c.        Diperbolehkan untuk membuang amil-nya, jika berupa masdar nau’ atau adad, karena ada qarinah yang menunjukkan kepadanya, seperti (ماَ جَلَسْتَ) kemudian dijawab (بَلَى جُلُوساً طَوِيْلاً اَو جَلْسَتَيْنِ).
Adapun masdar yang untuk taukid, maka amil-nya tidak boleh dibuang, menurut qaul ashah, karena masdar itu didatangkan untuk menguatkan atau mengukuhkan, dan membuang amil-nya dapat menghilangkan maksud itu. Adapun masdar yang didatangkan sebagai pengganti fi’il, maka tidak diperbolehkan menyebutkan amil-nya, tetapi amil-nya wajib dibuang, seperti (حَمْداً وَ شُكْراً لاَ كُفْراً).



[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 36
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 37

No comments:

Post a Comment