Sunday, April 8, 2018

FI’IL MABNI MA’LUM DAN MABNI MAJHUL


Kalimah fi’il bila melihat pada fa’ilnya, maka terbagi menjadi dua, yaitu fi’il mabni ma’lum dan fi’il mabni majhul. Fi’il Mabni Ma’lum adalah kalimah fi’il yang fa’ilnya disebutkan didalam kalam, seperti (مَصَّرَ الْمَنْصُورُ الْبَغْدَادَ). Fi’il Mabni Majhul adalah kalimah fi’il yang fa’ilnya tidak disebutkan dalam kalam, tetapi fa’il dibuang karena ada suatu maksud tujuan, seperti (اَحْسِنْ فَيُحْسَنُ اِلَيْكَ). Dan tidaklah boleh dimabnikan majhul kecuali fi’il yang muta’addi, baik dengan dirinya sendiri, (يُكْرَمُ الْمُجْتَهِدُ), atau dengan yang lainnya, (يُرْفَقُ بِالضَّعِيْفِ).
Membuat Fi’il Mabni Majhul
a.  Fi’il Madli
1)    Fi’il Tsulatsi dan Fi’il Ruba’i
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir,[1] seperti (ضَرَبَ - ضُرِبَ), (دَحْرَجَ - دُحْرِجَ), (اَكْرَمَ - اُكْرِمَ), (فَرَّحَ - فُرِّحَ) dan (ضَارَبَ - ضُوْرِبَ).
2)    Fi’il Madli yang ada tambahan ta’
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertama dan keduanya dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir,[2] seperti (تَكَسَّرَ - تُكُسِّرَ), (تَباَعَدَ - تُبُوعِدَ) dan (تَدَحْرَجَ - تُدُحْرِجَ).
3)    Fi’il Madli yang dimulai dengan hamzah washal
Yaitu dengan membaca dlammah huruf pertama dan ketiganya, dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir,[3] (اِجْتَمَعَ - اُجْتُمِعَ), (اِنْكَسَرَ - اُنْكُسِرَ), (اِسْتَخْرَجَ - اُسْتُخْرِجَ) dan (اِحْلَوْلَى - اُحْلُولِي).
b.  Fi’il Mudlari’
1)    Fi’il Tsulatsi dan Fi’il Ruba’i
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan difathahnya huruf sebelum akhir,[4] seperti (ضَرَبَ – يَضْرِبُ - يُضْرَبُ), (دَحْرَجَ – يُدَحْرِجُ - يُدَحْرَجُ), (اَكْرَمَ – يُكْرِمُ - يُكْرَمُ), (فَرَّحَ – يُفَرِّحُ - يُفَرَّحُ) dan (ضَارَبَ – يُضَارِبُ - يُضَارَبُ).
2)    Fi’il mudlari’ yang dalam fi’il madlinya ada ta’ zaidah
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca fathah huruf sebelum akhir, seperti (تَكَسَّرَ – يَتَكَسَّرُ - يُتَكَسَّرُ), (تَباَعَدَ – يَتَباَعَدُ - يُتَبَاعَدُ) dan (تَدَحْرَجَ – يَتَدَحْرَجُ - يُتَدَحْرَجُ).
3)    Fi’il mudlari’ yang fi’il madlinya dimulai dengan hamzah washal
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca fathah huruf sebelum akhir, (اِجْتَمَعَ – يَجْتَمِعُ - يُجْتَمَعُ), (اِنْكَسَرَ – يَنْكَسِرُ - يُنْكَسَرُ), (اِسْتَخْرَجَ – يَسْتَخْرِجُ - يُسْتَخْرَجُ) dan (اِحْلَولَى – يَحْلَولِي - يُحْلَوْلَى).
Fi’il madli yang mu’tal ‘ain, baik mu’tal waw atau ya’, maka ketika akan dimabnikan majhul ada tiga wajah,[5]
a.    Murni dibaca kasrah huruf pertamanya. Ini merupakan lughat yang masyhur, seperti (قِيْلَ) untuk yang mu’tal ‘ain dengan waw dan (بِيْعَ) untuk yang mu’tal ‘ain dengan ya’.
b.   Murni dibaca dlammah. Ini merupakan lughatnya bani Dhubair dan bani Faq’as, seperti (بُوعَ) dan (قُولَ).
c.    Dibaca ismam, yaitu mengucapkan fa’ fi’il dengan harakat diantara dlammah dan kasrah.
Ketiga wajah di atas adalah bagi fi’il mu’tal ‘ain yang mengalami pengi’lalan, sedangkan fi’il yang tidak meng-alami pengi’lalan, maka diperlakukan seperti fi’il shahih, seperti (اِعْتَوَرَ) yang dimabnikan majhul menjadi (اُعْتُوِرَ).
Tambahan:
Ketika kita ingin membuat fi’il mabni majhul dari fi’il madli yang huruf sebelum akhirnya berupa alif, jika fi’il tersebut bukanlah fi’il sudasi, maka alifnya diganti ya’ dan semua huruf yang berharakat sebelum alif dikasrah, sehingga diucapkan pada lafal (باَعَ), (قاَلَ), (اِبْتاَعَ), (اِقْتاَدَ) dan (اِجْتاَحَ) dengan (بِيْعَ), (قِيْلَ), (اِبْتِيْعَ), (اِقْتِيْدَ) dan (اِجْتِيْحَ) yang asalnya adalah (بُيِعَ), (قُوِلَ), (اُبْتُيِعَ), (اُقْتُوِدَ) dan (اُجْتُوِحَ).[6] Dan jika huruf dari fi’il itu ada enam, maka alifnya diganti ya’, hamzah dan huruf ketiganya didlammah, dan huruf sebelum ya’ dikasrah, seperti (اِسْتَتَابَ) kita ucapkan dengan (اُسْتُتِيْبَ).
Ketika semisal lafal (سِيْمَ), yaitu fi’il madli yang mabni majhul yang ada tiga hurufnya dan bina’nya ajwaf, bertemu dengan dlamir rafa’ mutaharrik, maka jika dalam mabni maklumnya fi’il tersebut huruf awalnya didlammah, seperti (سُمْتُهُ الْأَمْرَ) dan (رُمْتُ الْخَيْرَ), maka dalam mabni majhul-nya huruf pertamanya dikasrah supaya tidak terjadi kesamaan dengan mabni maklum-nya, sehingga kita ucapkan (سِمْتُ الْأَمْرَ) dan (رِمْتُ بِخَيْرٍ). Namun, jika dalam mabni maklum-nya huruf pertamanya dikasrah, seperti (بِعْتُهُ الْفَرَسَ) dan (نِلْتُهُ بِمَعْرُوفٍ), maka mabni majhul-nya huruf pertamanya didlammah, sehingga kita ucapkan, (بُعْتُ الْفَرَسَ) dan (نُلْتُ بِمَعْرُوفٍ).
Ketika fi’il mudlari’ yang huruf sebelum akhirnya berupa huruf mad ingin dibuat mabni majhul, maka huruf mad-nya kita ganti alif, sehingga diucapkan pada semisal (يَقُولُ), (يَبِيْعُ), (يَسْتَطِيْعُ) dan (يَسْتَتِيْبُ) dengan (يُقَالُ), (يُباَعُ), (يُسْتَطاَعُ) dan (يُسْتَتاَبُ).



[1] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 69
[2] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 69
[3] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 69
[4] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 69
[5] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 69
[6] Syarah Ibnu ‘Aqil, hlm. 70

1 comment: