Kalimah fi’il bila melihat pada fa’ilnya, maka terbagi
menjadi dua, yaitu fi’il mabni ma’lum dan fi’il mabni majhul. Fi’il
Mabni Ma’lum adalah kalimah fi’il yang fa’ilnya disebutkan didalam
kalam, seperti (مَصَّرَ الْمَنْصُورُ الْبَغْدَادَ). Fi’il Mabni Majhul adalah kalimah
fi’il yang fa’ilnya tidak disebutkan dalam kalam, tetapi fa’il dibuang karena
ada suatu maksud tujuan, seperti (اَحْسِنْ فَيُحْسَنُ اِلَيْكَ). Dan tidaklah boleh dimabnikan majhul
kecuali fi’il yang muta’addi, baik dengan dirinya sendiri, (يُكْرَمُ الْمُجْتَهِدُ), atau dengan yang lainnya, (يُرْفَقُ بِالضَّعِيْفِ).
Membuat Fi’il Mabni Majhul
a. Fi’il Madli
1) Fi’il Tsulatsi dan Fi’il Ruba’i
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca
kasrah huruf sebelum akhir,[1]
seperti (ضَرَبَ - ضُرِبَ),
(دَحْرَجَ - دُحْرِجَ),
(اَكْرَمَ - اُكْرِمَ),
(فَرَّحَ - فُرِّحَ)
dan (ضَارَبَ - ضُوْرِبَ).
2) Fi’il Madli yang ada tambahan ta’
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertama dan keduanya
dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir,[2]
seperti (تَكَسَّرَ - تُكُسِّرَ),
(تَباَعَدَ - تُبُوعِدَ)
dan (تَدَحْرَجَ - تُدُحْرِجَ).
3) Fi’il Madli yang dimulai dengan
hamzah washal
Yaitu dengan membaca dlammah huruf pertama dan ketiganya,
dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir,[3] (اِجْتَمَعَ - اُجْتُمِعَ), (اِنْكَسَرَ - اُنْكُسِرَ), (اِسْتَخْرَجَ - اُسْتُخْرِجَ) dan (اِحْلَوْلَى - اُحْلُولِي).
b. Fi’il Mudlari’
1) Fi’il Tsulatsi dan Fi’il Ruba’i
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan
difathahnya huruf sebelum akhir,[4]
seperti (ضَرَبَ – يَضْرِبُ - يُضْرَبُ), (دَحْرَجَ – يُدَحْرِجُ
- يُدَحْرَجُ), (اَكْرَمَ – يُكْرِمُ
- يُكْرَمُ), (فَرَّحَ – يُفَرِّحُ
- يُفَرَّحُ) dan (ضَارَبَ – يُضَارِبُ
- يُضَارَبُ).
2) Fi’il mudlari’ yang dalam fi’il
madlinya ada ta’ zaidah
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca
fathah huruf sebelum akhir, seperti (تَكَسَّرَ – يَتَكَسَّرُ
- يُتَكَسَّرُ), (تَباَعَدَ – يَتَباَعَدُ
- يُتَبَاعَدُ) dan (تَدَحْرَجَ – يَتَدَحْرَجُ
- يُتَدَحْرَجُ).
3) Fi’il mudlari’ yang fi’il madlinya
dimulai dengan hamzah washal
Yaitu dengan dibaca dlammah huruf pertamanya dan dibaca
fathah huruf sebelum akhir, (اِجْتَمَعَ – يَجْتَمِعُ - يُجْتَمَعُ), (اِنْكَسَرَ – يَنْكَسِرُ
- يُنْكَسَرُ), (اِسْتَخْرَجَ – يَسْتَخْرِجُ
- يُسْتَخْرَجُ) dan (اِحْلَولَى – يَحْلَولِي
- يُحْلَوْلَى).
Fi’il madli yang mu’tal ‘ain, baik mu’tal
waw atau ya’, maka ketika akan dimabnikan majhul ada tiga wajah,[5]
a. Murni dibaca kasrah huruf
pertamanya. Ini merupakan lughat yang masyhur, seperti (قِيْلَ) untuk yang mu’tal ‘ain dengan waw
dan (بِيْعَ)
untuk yang mu’tal ‘ain dengan ya’.
b. Murni dibaca dlammah. Ini merupakan
lughatnya bani Dhubair dan bani Faq’as, seperti (بُوعَ) dan (قُولَ).
c. Dibaca ismam, yaitu
mengucapkan fa’ fi’il dengan harakat diantara dlammah dan kasrah.
Ketiga wajah di atas adalah bagi fi’il mu’tal ‘ain
yang mengalami pengi’lalan, sedangkan fi’il yang tidak meng-alami pengi’lalan,
maka diperlakukan seperti fi’il shahih, seperti (اِعْتَوَرَ) yang dimabnikan majhul menjadi (اُعْتُوِرَ).
Tambahan:
Ketika kita ingin membuat fi’il mabni majhul dari
fi’il madli yang huruf sebelum akhirnya berupa alif, jika fi’il tersebut
bukanlah fi’il sudasi, maka alifnya diganti ya’ dan semua huruf yang
berharakat sebelum alif dikasrah, sehingga diucapkan pada lafal (باَعَ), (قاَلَ), (اِبْتاَعَ), (اِقْتاَدَ) dan (اِجْتاَحَ) dengan (بِيْعَ), (قِيْلَ), (اِبْتِيْعَ), (اِقْتِيْدَ) dan (اِجْتِيْحَ) yang asalnya adalah (بُيِعَ), (قُوِلَ), (اُبْتُيِعَ), (اُقْتُوِدَ) dan (اُجْتُوِحَ).[6] Dan
jika huruf dari fi’il itu ada enam, maka alifnya diganti ya’, hamzah dan huruf
ketiganya didlammah, dan huruf sebelum ya’ dikasrah, seperti (اِسْتَتَابَ) kita ucapkan
dengan (اُسْتُتِيْبَ).
Ketika semisal lafal (سِيْمَ), yaitu fi’il madli yang mabni majhul
yang ada tiga hurufnya dan bina’nya ajwaf, bertemu dengan dlamir rafa’ mutaharrik,
maka jika dalam mabni maklumnya fi’il tersebut huruf awalnya didlammah, seperti
(سُمْتُهُ الْأَمْرَ) dan (رُمْتُ الْخَيْرَ), maka dalam mabni majhul-nya huruf
pertamanya dikasrah supaya tidak terjadi kesamaan dengan mabni maklum-nya,
sehingga kita ucapkan (سِمْتُ الْأَمْرَ) dan (رِمْتُ بِخَيْرٍ). Namun, jika dalam mabni maklum-nya
huruf pertamanya dikasrah, seperti (بِعْتُهُ الْفَرَسَ) dan (نِلْتُهُ بِمَعْرُوفٍ), maka mabni majhul-nya huruf
pertamanya didlammah, sehingga kita ucapkan, (بُعْتُ الْفَرَسَ) dan (نُلْتُ بِمَعْرُوفٍ).
Ketika fi’il mudlari’ yang huruf sebelum akhirnya berupa
huruf mad ingin dibuat mabni majhul, maka huruf mad-nya kita
ganti alif, sehingga diucapkan pada semisal (يَقُولُ), (يَبِيْعُ), (يَسْتَطِيْعُ) dan (يَسْتَتِيْبُ) dengan (يُقَالُ), (يُباَعُ), (يُسْتَطاَعُ) dan (يُسْتَتاَبُ).
[1] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 69
[2] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 69
[3] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 69
[4] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 69
[5] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 69
[6] Syarah Ibnu
‘Aqil, hlm. 70
mantabb
ReplyDelete