Tuesday, April 17, 2018

MAF’UL BIH


Maf’ul Bih adalah isim yang menunjukkan pada sesuatu yang perbuatannya fa’il menimpa kepadanya, baik penetapan atau penafian, dan bentuk dari fi’il tidak akan pernah berubah karenanya,[1] seperti (بَرَيْتُ الْقَلَمَ) dan (ماَ بَرَيْتُ الْقَلَمَ).
Hukum Maf’ul Bih
Maf’ul bih mempunyai empat hukum, yaitu:[2]
a.       Wajib dibaca nashab.
b.      Boleh dibuang karena ada perkara yang menunjukkan kepadanya, seperti (رَعَتِ الْماَشِيَةُ).
Dan terkadang fi’il yang muta’addi ditempatkan pada tempatnya fi’il lazim karena tidak ada maksud untuk menyebut maf’ul bih, sehingga maf’ulnya tidak disebutkan dan tidak juga dikira-kirakan, (هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُونَ وَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُونَ).
c.        Boleh membuang fi’ilnya karena ada perkara yang menunjukkannya, seperti (ماَذَا اَنْزَلَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا خَيْراً).
Diwajibkan membuang fi’il dalam kalam matsal dan semisalnya, yaitu kalam yang sudah masyhur dengan membuang fi’ilnya, (الْكِلاَبَ عَلَى الْبَقَرِ) yang artinya (اَرْسِلِ الْكِلاَبَ). Begitu juga fi’il dibuang pada bab tahdzir, ighra’, ikhtishash, isytighal dan na’at maqthu’.
d.      Asalnya maf’ul bih adalah diakhirkan dari fi’il dan fa’il, namun terkadang didahulukan atas fa’ilnya atau atas fi’il dan fa’ilnya secara bersamaan.


[1] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 5
[2] Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, juz III hlm. 7

No comments:

Post a Comment