Hukum asal dalam kalimah
fi’il adalah mabni,[1]
kecuali kalimah fi’il yang menyerupai kalimah isim, yaitu fi’il mudlari’ yang
tidak bertemu dengan nun taukid dan nun niswah. Keserupaan itu terjadi antara fi’il
mudlari’ dengan isim fa’il dari segi makna dan lafal.[2]
Adapun dari segi
lafal, maka karena keduanya cocok dalam hitungan hurufnya, harakat dan sukun-sukunnya.
Sehingga (يَكْتُبُ)
sewazan dengan (كَاتِبٌ)
dan (مُكْرِمٌ)
sewazan dengan (يُكْرِمُ).
Adapun dari segi
makna, maka karena masing-masing dari keduanya untuk masa sekarang dan masa
yang akan datang. Sehingga dengan melihat keserupaan itu, fi’il tersebut
dinamakan dengan (fi’il mudlari’) yang artinya yang menyerupai.
Dan jika Fi’il
Mudlari’ bertemu dengan nun taukid atau nun niswah, maka Fi’il Mudlari’ itu
dihukumi mabni, karena nun-nun tersebut termasuk dalam kekhususannya kalimah
fi’il, sehingga bersambungnya fi’il mudlari’ dengan nun-nun tersebut yang
menjauhkan keserupaannya fi’il mudlari’ kepada isim fa’il, maka fi’il tersebut
dikembalikan kepada mabni yang merupakan asal bagi kalimah fi’il.
Bila fi’il
mudlari’ bertemu dengan nun taukid (baik khafifah atau tsaqilah)
secara langsung tanpa ada pemisah, maka hukumnya adalah mabni fath,
seperti (يَضْرِبَنَّ).[3]
Dan jika ada huruf pemisahnya, maka dia dihukumi mu’rab dengan nun pada
saat rafa’ dan dengan terbuangnya nun pada saat nashab dan jazem, seperti (يَكْتُبَانِّ). Dan jika Fi’il Mudlari’ bertemu dengan
nun jama’ inats atau nun niswah, maka Fi’il Mudlari’ dihukumi mabni sukun,
seperti (يَضْرِبْنَ).[4]
[1] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 99
[2] Tasywiq
al-Khillan, hlm. 107
[3] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 165
[4] Jami’ al-Durus
al-‘Arabiyyah, juz II, hlm. 165
No comments:
Post a Comment